Cangkringan

Sebelumnya Es Bang Joe Monjali

“Sebelum ke lokasi, kamu bisa mampir kos saya dulu kan?”

“Ngapain?”

“Bangunin saya,” Pria nyengir kuda.

“Ditelfon aja gimana?”

“Yaelah! Alarm aja gak kedengeran apa lagi bunyi telfon.”

“Iya deh iya..”

“Kalo udah sampek kos..”

“Langsung masuk kamar aku aja. Gausa ketuk pintu dulu. Per-cu-ma!” sahutku.
Pria terkekeh.

***
Pukul tujuh kosong kosong aku sudah bertengger di depan kamar Pria. “Pri, udah bangun belum?” pelan pelan ku ketuk pintu kamarnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, batinku. Perlahan kubuka pintu dengan ornament stiker band band metal itu. Udara dingin segera menyergapku. Aroma pengharum ruangan menyapa hidungku lembut. Pria masih tidur berbalut selimut bergambar club sepak bola MU.

“Siapa lu? Masuk kamar orang seenaknya!” seorang laki laki meneriakiku dari arah belakang. Spontan aku membalikkan badan. “Siapa lu? Maling?” hardiknya.


“Aku..”

“Lu maling kan? Iya? Ngaku deh lu!”

Bruuuk! Sebuah bantal mendarat tepat di muka laki laki bertubuh jangkung dihadapanku. “Dia temen saya,” kata Pria dari balik selimutnya. “Maafin dia ya, Ra, dia emang arogan gitu”

“Aku yang salah kok,” ucapku lirih.

“Emang lu yang salah! Masuk kamar orang main nyelonong aja. Gak punya sopan san-”

“Bang, udah deh..” Pria bangkit dari tempat tidur lalu menuntunku keluar kamar. “Maaf ya, saya lupa gak bilang kalau abang saya seminggu ini di Jogja.”

Aku mengangguk.

“Tunggu kami di ruang tamu aja ya. Nanti biar saya yang jelasin ke dia.”

“Iya,” jawabku.

Pria memandangiku sebentar. “Imut banget sih kalau lagi ngerasa bersalah gini,” Pria mengacak acak rambutku.

***

“Uqi”

“Rara”

“Kalian yang akur ya,” ucap Pria dengan nada menggoda.

“Ohya, Ra. Hari ini kita kumpul di basecamp dulu atau langsung ketemu di rumah bu Endah?”

“Kata Kak Banyu langsung ketemu di rumah bu Endah aja”

“Lu kalo ngomong sama Rara emang sok lembut gitu?” bisik Uqi sesaat kemudian.

Pria mengangguk pelan. “Pencitraan..” jawabnya.

“Anjir! Orientasi kamu sudah berubah?” celetuk Uqi.

***

Bau angin Jakal atas memang berbeda dengan Jakal bawah. Aku menghirup nafas dalam dalam. Rasanya seluruh rongga dadaku dipenuhi dengan kesejukan yang entah kapan bisa aku rasakan lagi. Dan semua kesejukan itu hilang ketika suara Uqi terdengar melengking di telinga.

“Lu niat ngecrew apa mau camping? Bantuin Pria nurunin alat sana”

Aku tak menjawab. Cukup! Hari ini tidak akan seasick yang aku bayangkan. Pelan pelan kuangkat satu box berisi lighting portable. “Udah, Ra. Biar saya aja yang keluarin alatnya. Itu berat..” Pria meraih box lighting dari tanganku.

“Aku bisa kok. Selow aja..”

“Serius?”

Aku mengangguk.

“Orang kerjanya lelet begitu ngapain lu ajakin sih?” sidir Uqi ketika bersimpangan denganku.

Disisi lain ada Banyu yang menyaksikan segelintir drama antara aku dan Uqi.

“Temen lu yang jadi campers matanya sinis banget sih?”

Kali ini Uqi merubah fokusnya ke Banyu yang ketenangannya terusik karena tas kameranya ditemukan dalam kondisi terbalik di bagasi mobil.

“Liat deh, males gue liatnya.”

“Bang..” ucap Pria geram.

“Apa?” balas Uqi.

“Saya kesini mau kerja, bang. Kalau film saya bagus bisa lolos kurasi saya bisa dapat penghasilan. Plis jangan bikin semuanya jadi gak nyaman” tandas Pria.

“Sok, pulangin gue ke kos!”

Untuk pertama kalinya aku melihat muka Pria merah padam. “Abang mau balik? JALAN KAKI SANA!!”

Uqi terbelalak. Dan sejak kejadiaan itu aku memilih untuk  diam sembari menebar senyum kesana kemari. Deadline yang semakin dekat membuatku berharap semoga mood Pria tetap terjaga jadi cukup sekali saja kami take di sini.

***

Selesai take di jakal atas rencananya kami akan melanjutkan perjalan ke gunung kidul untuk menemui narasumber kedua. Tapi mendadak Pria merombak total agenda hari ini. Pria bilang kondisi tubuhnya sedang tidak fit. Pria ingin segera pulang dan tidur yang lama entah sampai kapan.

“Ra, maaf..” ucap Pria pelan.

“Maaf buat?”

“Saya gak bisa antar kamu pulang. Kamu mau kan pulang bareng Banyu?”

“Mas Banyu mau gak pulang sama aku?”

“Sini sini.. sama Om,” jawab Banyu.

“Eh Pri, titip kamera aku di jok tengah. Awas aja sampe berubah posisi kaya tadi”

Pria tak menjawab. Tubuhnya kini masuk kedalam kapsul berroda lalu lenyap ditelan jalan.