Kembali (?)

Sudah lama sejak terakhir kita berjumpa dan akhirnya tadi malam kamu pulang. Kamu terlihat kurus, rambut hitammu tampak kecoklatan, rambut cepakmu sudah panjang, tapi raut wajahmu terlihat sumringah. Kita bertatap mata sangat lama. Aku menemukan banyak kerinduan disana.

Kamu melangkah lebih dekat..
Memberiku sebuah kotak hitam berhiaskan pita biru. "Ini apa?" tanyaku. Kamu hanya diam, tersenyum tipis, sambil berusaha mendekapku. Saat tubuhmu lekat dengan tubuhku aku ingin waktu berhenti sejenak. Aku ingin kamu buatku lupa akan setiap detik penantian, setiap bulir air mata, dan sembuhkan setiap luka sayat yang kenangan kita buat. "Sekarang aku lebih tenang," kataku.

Kamu melepas dekapan hangat itu sambil berkata, "Aku bahagia melihat kamu yang sekarang. tetaplah bahagia dengan dunia yang kamu punya. Jangan biarkan aku masuk lagi dalam kehidupanmu. Jangan beri aku kesempatan untuk mengobrak-abrik hidupmu lagi. Setauku, belakangan ini hidupmu sudah mulai tertata."

Aku hanya diam..
Perkataannya membuat mataku terasa panas. Jangan menangis dihadapanmu, aku harus terlihat kuat dihadapanmu, batinku.

"Tapi, kali ini aku mengharapkan kebaikan hatimu. Aku pulang. Walau lama tapi aku pulang. Walau terlambat tapi aku kembali. Aku ingin mengulang bahagia yang sama. Ternyata benar katamu.. diluar lebih dingin dari bayanganku. Maafkan aku," ucapmu lagi.

Aku menunduk pelan. "Kenapa baru sekarang kamu pulang?"

"Maafkan aku yang terlalu sibuk dengan duniaku. Aku terlalu angkuh untuk mengakui bahwa peluk tubuhmu adalah tempat terhangat yang pernah aku punya," suaranya terdengar berat.

Ada isak yang tertahan disana. Namun untuk kesekian kalinya aku tak ingin membukakan pintu untuknya. Aku tidak ingin dia kembali hanya karena di luar sana lebih dingin dari perkiraannya

Sendirian (?)

Kita sedang duduk berdua..
Merasakan sendu bersama
Matamu menerawang jauh
Mungkin sedang menunggu bintang jatuh

Kita sedang memegang buku yang sama
Dalam sunyi ruang baca aku coba mengeja kata demi kata
Puisi lama
Namun diksinya mewakili kita

Kita sedang menikmati komedi putar
Ketika komedi putar berada di atas kita dapat melihat segalanya
Sayang.. komedi putar tak mau berhenti lebih lama
Saat komedi putar menyentuh tanah kamu langsung berjingkat keluar

Dan tinggalkan aku sendirian..

Warung Anglo dan Segelas Root Beer

Sebelumnya Tugu Jogja


Jalanan masih tampak basah akibat hujan tadi sore tapi aku masih kukuh ingin ikut rapat dengan pimpinan redaksinya. Meski udara berhembus dingin dan rapat kali ini tak mungkin selesai dibawah jam 12 malam tapi sekali lagi; aku ikut. Sepanjang perjalanan kamu terus berkicau menyalahkan gaya berpakaianku yang malam ini mengenakan tangtop berbalut kaos tipis dengan belahan dada rendah.

"Anglo lagi.." grutunya.

"Kenapa? Gak suka? Tempatnya enak kok" kataku.

"Iya, tempatnya enak tapi setiap kali ke Anglo kesannya mau rapat. Bukan mau nongkrong happy sama teman."

"Makanya aku ikut, biar kita berasa nongkrong cantik" ucapku sembari memilih duduk di sebuah banggu yang terbuat dari drum bekas.

Seorang wanita menghampiri kami untuk menyodorkan daftar menu. Aku masih asik memilih menu saat tiba-tiba dia menarik daftar menu dari tanganku. "Sudah gausa kebanyakan milih, disini menu andalannya Root Beer. Kita pesan itu aja," ucapnya berbisik. Bodohnya aku hanya mengangguk pasrah mengiyakan tawarannya padahal aku belum tau bagaimana rasanya Root Beer.

"Tenang, minumannya halal kok. Gak beralkohol dan yang jelas gak bikin kamu mabuk," tambahnya.

Kali ini seorang pria dengan nampan berisi dua gelas Root Beer mendatangi meja kami. "Terima kasih," katanya.

Tangannya dengan sigap membuang kedua sedotan yang ada di dalam gelas. "He! Kenapa?" ucapku kesal.

"Kowe ki.. ngombe beer mosok gawe sedotan." matanya memelototiku.

"Eheeem.. ketika orang batak sudah bisa bahasa Jogja," kataku.

"Rasis wooy" katanya sambil terkekeh.

"Kamu tau gak kenapa aku ngeyel minta ikut kamu rapat?" ucapku lirih.

Dia hanya menggeleng dan menatapku lurus.

"Aku kangen kamu," seketika kepalaku tertunduk malu.

"Terus?"

"Yaudah, aku kangen kamu."

"Terus aku harus gimana?"

"Gak tau. Jangankan kamu, aku aja yang kangen bingung harus gimana."

Hening.

Aku mengamati gelas besar yang luarnya berembun, menyisakan sedikit genangan air di meja. "Mungkin dulu aku belum bisa terima kalau kamu sibuk dengan skripsi. Mungkin dulu aku juga belum bisa terima sama situasi dimana kamu bicara panjang lebar tentang perasaanmu ke aku tapi akhirnya kamu malah jadian sama yang lain hanya karena kita beda iman," aku bicara sambil melirik kearahnya. "Tapi sekarang aku sudah bisa terima dan aku kangen kamu."

Dia hanya diam. Menatapku dalam.

"Kamu harus cari pacar, Ra" tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya lama. "Cinta dari orang tua dan adik-adikmu memang sudah lebih dari cukup, tapi kamu juga butuh cinta yang lain," lanjutnya.

"Kenapa? Sekarang aku sudah punya kamu. Aku nyaman sama kamu. Saking nyamannya sampai-sampai aku ngerasa kalau aku gak butuh pacar lagi."

"Ra.. aku gak mau denger apa pun alasan dari kamu. Mulai sekarang coba kamu buka hati dan mulai cari pacar."

"Cariin," ucapku ketus.

Dia hanya diam lalu menyalakan sepuntung rokok dalam genggamannya.

"Saranku, kamu jangan pacaran sama orang dari lingkungan kita."

"Kenapa?"

"Kamu taulah, ketika kita berada di lingkungan yang sama, kita sering ketemu, kemudian kamu jadian sama salah seorang dari 'kita', terus pait paitnya kalian putus, apa yang terjadi? Musuhan" jelasnya.

Aku masih menatap matanya menanti kalimat selanjutnya.

"Kita berdua sudah pernah mengalami itu semua. Dari kita yang gak kenal, terus kita kenal. Dari kita yang hambar biasa aja sampai akhirnya kita punya rasa satu sama lain. Dari kita yang baik-baik saja, sampai dengan tololnya aku membuat keputusan untuk berhenti perjuangin kita dan lebih memilih untuk jelan bareng orang lain. Apa yang kita lakukan setelah itu? Setiap kali ketemu kita cuma berani saling tatap tapi gak berani saling sapa," lanjutnya.

Aku mengangguk pelan.

Dia menarik nafas panjang lalu berkata, "Aku minta maaf karena kejadian tempo hari. Kamu gak salah, pacarku juga gak salah, yang salah aku. Harusnya aku kasih penjelasan ke kalian berdua. Aku kenalin kamu ke dia secara baik-baik biar gak terkesan aku sembunyiin kamu dari dia. Maaf.."

"Mellow banget sih.." ucapku terkekeh. "Santai aja yoo, sekarang semuanya sudah baik-baik saja."

"Aku serius!" bentaknya.

"Hei, sama cewek kok ngomongnya pakai nada tinggi," ucap seorang lelaki sembari menyentuh pundaknya.

"Hehehe.. abis ceweknya ngeselin kaya dia," jari telunjuknya mengarah padaku.

Aku hanya bisa nyengir kuda mendengar ucapannya.