Seratus Hari Pertama

Kami salah,
Karena terlalu memaksakan diri untuk bersama walau perpisahan sudah jelas di depan mata. Kami sadar hubungan ini tak akan memiliki titik temu. Kecuali ada salah satu dari kami yang mengalah. Dan, 'salah satu' itu pasti bukan aku.

Aku,
Bukan seorang muslim yang sempurna. Aku berangkat kuliah menggunakan hijab dan berangkat nongkrong dengan rambut merah tergerai, tapi setidaknya sholatku sudah tertib. Bermodalkan ilmu dari Taman Baca Al-Quran aku terus berusaha mengkhatamkan 30 juz. Mengingat cara membacaku yang masih blekak-blekuk, mengkhatamkan kitab suci pun terasa sulit.

Dia,
Seorang anak pemuka agama. Dia dan keluarganya sangat memegang teguh perintah agama. Disaat laki-laki seusianya malas berangkat ibadah dengan alasan "males" "capek" "gak sempat" "sibuk" dan "gak ada yang nemenin" dia malah dengan senang hati melangkahkan kaki ke tempat ibadah.

Ah seandainya kita melangkah ke tempat yang sama..

Kami sudah coba untuk saling menjauh, berusaha temukan orang yang lebih baik yang tentunya seiman. Tapi hati..

Ketika ditanya, "kalian pacaran?"

Kami bisa saja menipu banyak orang dengan menjawab "cuma temen kok" atau "kita beda, mana bisa jalan bareng". Tapi sekali lagi..

Hati, segumpal daging yang tidak bisa ditipu!

Hari ini adalah hari ke-100 bersama dia. Memang belum layak untuk dirayakan, tapi aku sangat bersyukur telah dipertemukan dengan manusia seperti dia. Semoga tiga bulan yang kami jalani tidak sia-sia dan berakhir bahagia.

Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar