Healah, Muk!

Untuk punggung yang siluetnya kunikmati setiap pagi,
Kita cuma bisa saling lirik sambil senyum tipis. Setiap hari kita cuma bisa melakukan hal konyol seperti itu. Berhari hari, bersemester semester kita cuma sebatas teman sekelas yang jarang tukar kabar kalau sedang libur panjang. Tanpa kamu sadari, setiap pagi aku rajin melirik wajah kantukmu di deret kursi paling belakang. Tanpa aku sadari, aku menjadi kegirangan setiap kali kamu lempar senyum khas sok imut itu. 

Kenapa harus kamu? 
Bayangkan selama lima hari dalam lima semester kita selalu betemu tanpa jeda. Kamu rajin kuliah walau sambil tidur. Kamu jarang absen walau dalam keadaan kantuk. Kamu rajin kuliah.. yang aku tau cuma itu. Aku tidak pernah tau banyak tentang kamu. Kita tidak pernah bicara panjang lebar meski sering sarapan bareng di pendopo kampus. Kamu asik dengan manusia manusia berasap sementara aku asik pindah pindah duduk untuk menghindari asap. Wajahmu itu selalu tertutup asap vapor dengan liquid vanilla. Asap yang selalu menjadi bahan perdebatan kita berdua. Apa lagi ya? Aku tidak tau banyak tentang kamu. Jadi aku bingung harus menulis apa lagi.

Tentang note yang aku tulis di laptopmu beberapa bulan lalu..
Aku kira kamu tidak akan pernah membacanya karena hilang bersama seluruh data di Disk C. Waktu itu yang aku ingat, aku sedang mengagumimu diam-diam, aku sedang berdiri memandangimu dari kejauhan. Sengaja menjaga jarak supaya kamu tidak menyadari keberadaanku. Supaya semua yang aku sembunyikan tidak kamu temukan. Aku takut kita berakhir seperti seorang teman sekelas yang membuatku hilang akal sampai sampai ingin mendorongnya masuk ke dalam liang sedalam 13 meter lalu menguburnya hidup hidup. 

Setelah membaca note yang aku tulis, apa balasanmu?
Balasanmu cuma pertanyaan klarifikasi seperti : aku baca notemu yang di laptopku itu barusan banget setelah pulang liburan dari Lombok. 
Apa cuma itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar