Ada Cerita

Ini hari ke tiga setelah aku resmi menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta. Hingga tulisan ini aku posting semuanya masih berjalan dengan lancar, mata kuliah dasar yang menjadi pembuka masih terasa sama dengan pelajar di SMA. Dosen pengajar pun tak sesadis yang aku bayangkan.Maklum mereka masih satu suku bangsa denganku, jawa. 
Pagi ini aku berjalan menuju kelas yang sudah ditentukan, ruang tunggu dosen masih ramai, terlihat beberapa mahasiswa berkerumun di depan mading untuk melihat jadwal kuliah. Dengan wajah polos aku melangkah melewati kerumunan itu, aku yang acuh tak pernah merasa risih dengan beberapa pasang mata yang mengamati langkahku. Beberapa anak tangga sudah siap mengantarku ke ruang kelas. Lima belas menit sebelum mata kuliah Psikologi Sosial dimulai aku sudah duduk manis di deret bangku kedua dari depan, posisi duduk favoritku sejak SD.
Semuanya berawal dari kekecawaan yang meracuni semangat belajarku hingga akhirnya aku terdampar di sebuah kampus broadcasting dengan peralatan terlengkap di Indonesia, batinku. Aku bukan seorang siswa rajin dengan sertifikat menggunung, aku hanya siswa biasa. Siswa dengan hobi tidur dikelas, ngobrol dengan teman sebangku, dan berkirim pesan selama jam pelajaran. Iya, itu semua hal konyol yang kini sudah menjadi rahasia umum di kalangan remaja SMA. Sampai akhirnya hadiah dari semua kekonyolanku tiba; aku tidak lolos SNMPTN.
“Bagaimana hasilnya?” tanya ibuku lewat telfon.
“Tidak lolos” jawabku ringan.
Masih seperti biasanya, aku bicara ngalor ngidul dengan ibuku. Seperti semuanya baik-baik saja, aku masih bisa cengengesan menanggapi nasehat ibuku di telfon. Tapi ketika telfon ditutup dan jam makan siang datang baru terasa sakitnya. Masa lalu terus menertawakan aku, mencemooh semua sikap kekanak-kanakanku semasa sekolah, menghujat aku yang tak bisa mengelola waktu dengan baik. Terpuruk.
Masakan nenekku tak pernah ada saingannya, apalagi lodehnya. Tapi setelah pengumuman SNMPTN keluar… aroma santan yang menusuk hidung pun tak bisa menghidupkan nafsu makanku. Aku pergi menuju rumah salah seorang teman yang senasib denganku. Awalkan kami hanya duduk berdua sambil mengutuk diri, tapi lama kelamaan kekecewaan itu sedikit terobati dengan obrolan ringan ala remaja perempuan.
Aku sempat bermimpi untuk pergi ke Jogja, menikmati kotanya yang tak pernah tidur sembari merasakan dekap hangat ibuku, bagiku obat paling mujarab untuk penyakit hati adalah ibu. Aku berangkat ke Jogja dengan tujuan liburan tanpa ada niat untuk mendaftarkan diri di sekolah tinggi yang satu ini. Memang ibuku pernah bercerita tentang sekolah tinggi yang satu ini, tapi saat itu aku tak tertarik. Aku lebih tertarik dengan Universitas Brawijaya yang berjarak tempuh 3 jam dari rumah nenek.
Dengan berat hati aku mendaftarkan diri ke Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta. Setelah semua registrasi selesai aku masih memiliki waktu beberapa hari untuk belajar sebelum tes masuk di laksanakan. Demi apapun, waktu itu aku masih berharap bisa mengikuti tes di Universitas lain yang lebih bergengsi, dan aku yakin bahwa tanpa belajar aku pasti tidak lolos di tes masuk Sekolah Tinggi Multi Media ini. Tapi Tuhan berkata lain, rejekiku memang dituliskan disini. Aku lolos ujian masuk walau maju bersaing tanpa persiapan apapun.
Hari ini aku bisa lebih bersyukur, walau sempat jatuh hingga kehilangan nafsu makan selama berhari-hari tapi akhirnya aku bisa melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi bebasis broadcasting dengan alat berstandart internasional. Dibalik semua mahasiswa yang duduk disekitarku, mereka pasti punya ceritanya masing-masing. Entah itu cerita bahagia atau menyakitkan, tapi yang jelas semua cerita membawa aku dan teman satu angkatan berada dalam satu lembaga pendidikan yang sama, Sekolah Tinggi Multi Media MMTC Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar