Metamorfosa Cinta 3

Muzaki mengajakku duduk di deret bangku agak belakang. Aula sudah penuh sesak dengan para alumni. Suasanya terasa sangat tenang, semua orang berkonsentrasi pada tauziah yang disampaikan ustad dari salah satu pesantren terkenal di jawa timur. Sesekali aku menoleh ke kanan, melihat wajah Muzaki yang tampak serius.
Aku mulai bosan.
Berkali-kali kucoba mengajak Muzaki untuk meninggalkan aula, berjalan ke tempat yang lebih luas daripada ruang ini, tapi manusia yang satu ini masih sibuk dengan handphone di tangannya. Kumencoba melihat isi pesan yang sedang dia tulis, tapi mata rabun membuat ukuran hurufnya tampak kecil. Rasa mual membuatku berhenti mencari tahu dengan siapa dia berbalas pesan. Setelah banyak cara aku lakukan, akhirnya Muzaki mau beranjak dari tempat duduknya.
“Kita mau kemana?”
“Entahlah…” aku mendahuluinya.
Diujung lorong sana terdapat kelas 3 IPA 1, kelas Muzaki. Pintunya terbuka, itu tandanya kelas akan digunakan untuk ruang makan saat adzan magrib sudah berkumandang. Aku berlari menyusuri lorong. Akhirnya aku behenti didepan pintu kelas 3 IPA 1. 
“Hari Rabu, mata pelajaran seni budaya dan olah raga” Muzaki tertawa.
Aku mengernyitkan dahi, “kenapa tertawa?”
Muzaki memandangku dengan tatapan menyelidik. “Kamu masih ingat dengan ‘Tomat’?”
Aku melotot kearah Muzaki yang tertawa semakin keras.
***
“Rahmi..” aku menoleh kearah suara itu berasal. “Coba kamu kesini.”
“Ada apa pak?”
Beliau membuka buku daftar nilai dan mengeluarkan selembar kertas. “Tolong berikan kertas ini kepada guru yang mengajar di kelas 3 IPA 1”
“Baik pak”
Aku berlari kecil untuk mempersingkat waktu perjalanan. Jarak lapangan basket dengan kelas 3 IPA 1 yang jauh membuat nafasku nyaris putus ketika sampai di depan ruang kelas 3 IPA 1. Sengaja kuhentikan langkah jauh dari pintu masuk kelas supaya aku bisa menata nafas sambil membaca tulisan yang ada di kertas ini. Tapi diluar dugaan ada suara lantang menyambar indra pendengaranku.
“Sedang apa kamu disana! Cepat kemari!”
Aku berusaha menyeret kakiku yang gemetar menuju seorang wanita paruh baya di ambang pintu. “Emm.. anu bu..” kucoba merapikan kondisi kerudung untuk menyamarkan rasa gugup.
“Ona anu!” bentaknya lagi. “Kertas apa itu?” beliau langsung merampas kertas yang ada pada genggamanku. Sejenak pandangannya mengedar diantara siswa yang duduknya saling berkelompok.
“Kamu!” beliau menunjuk salah seorang yang duduk menghadap ke belakang. Lagi-lagi suara guru wanita ini berhasil memecah kegaduhan dalam kelas. “Ada panggilan dari Pak Joko”.
“Emm.. terima kasih bu. Kalau begitu saya permisi dulu” suaraku sedikit bergetar.
“Kamu ini bagaimana? Tidak menjalankan amanah dengan baik,” seluruh mata kini menatapku. “Jadi wanita itu harus tegas, tidak boleh lembek. Dari suaramu saja saya sudah bisa menilai bahwa kamu adalah wanita dengan mental lemah,” aku hanya bisa tertunduk sambil mendengarkan beliau bicara ngelantur.
“Dari mukamu yang memerah seperti tomat, saya rasa kamu adalah seseorang yang pemalu dan bernyali kecil…” tambahnya.
“Permisi bu,” suara yang tak asing ditelingaku. “Apa saya boleh meninggalkan kelas sekarang juga?” kali ini aku memberanikan diri mengangkat kepala, mencari tahu pemilik suara yang tak asing itu.
Ketua? Untuk kesekian kalinya dia membuat jantungku rontok. Aku masih mematung dihadapannya, sedang guru dengan volume suara sterio itu sudah kembali ke tempat duduknya setelah mempersilahkan Ketua meninggalkan kelas. Ketua hanya melempar sedikit senyum padaku, melewatiku, dan berlalu begitu saja.
Buru-buru aku mengekor dibelakangnya. Dari sini aku hanya bisa melihat punggung Ketua dibalut dengan baju seragam yang mulai menguning. Aku mengumpat dalam hati atas kejadian didepan kelas tadi. Sejak saat ini aku kibarkan berdera perang kepada guru seni budaya itu, karena guru wanita itu telah menghancurkan reputasiku dihadapan Ketua.

“Terima kasih,” dilanjut dengan tawa yang meledak. “Kamu adalah siswa dengan mental diamond, maka dari itu Pak Joko menyuruhmu mengantar surat ke kelasku saat jam pelajaran Bu Nasti belangsung”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar