Untuk pengeran berparas
nampan…
Sisa obrolan kita lewat blackberry Messager masih kubaca berulang-ulang untuk
mencari sisi menarik dan alur dimana ceritaku mulai mempermainkan perasaanmu.
Tapi aku tak bisa menemukan bagian itu karena semua aku tulis apa adanya.
Mungkin bukan karena tulisanku yang mempermainkan perasaan tapi karena kisah
yang aku tulis didalam BBM itu lebih mirip FTV dibanding sebuah curhatan.
Terimakasih untuk pujian
atau pendorong atau penyemangat atau hanya penggembira tadi malam. Semua begitu
meyakinkan… walau aku tau bahwa sebenarnya aku tidak pernah bisa menyentuh hati
seseorang hanya dengan tulisan. Apalagi mempermainkan perasaan orang lain
dengan kata-kata konyolku tapi aku masih tetap ingin menjadi penulis seperti
Kugy yang memiliki ilustrator seperti Keenan.
Tadi malam itu apa? Sebuah
pengakuan atau hanya sebuah kata yang keluar tanpa sengaja karena faktor
keadaan? Kurasa itu sebuah pengakuan. Karena sejujur rasa kagum sering terselip
saat aku membaca tweet-mu
yang berupa kumpulan aksara sederhana tapi bermakna. Apa kamu memiliki bakat
menulis?
Oh, aku ingat sekarang.
Mungkin kamu tak memiliki bakat menulis atau berpuisi tapi kamu punya bakat
‘nyepik’. Aku tertawa geli waktu mendengar kata ‘nyepik’ karena dari situ
sebuah garis takdir dari Tuhan yang tak bisa dibelokkan dimulai. Semua biasa
saja, gaya sepikan yang menurutku jauh dari maut sering mampir di tabmentionku.
Lalu berlanjut ke BBM…
Aku jadi lebih sering
memanggilmu dengan sebutan ‘Oom’. Mungkin karena usiamu yang terlalu tua sedang
aku masih kecil dan lucu membuatmu pantas mendapat gelar Oom. Hanya saja,
akhir-akhir ini aku lebih sering memanggilmu ‘Mas’. Dan sampai sekarang, aku
masih menganggapnya sebuah kebetulan yang sudah ditakdirkan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar